Senin, 29 Oktober 2012

Anak-anak Kecil Penghuni Surga



Apabila sebuah keluarga telah kehilangan atas meninggal anaknya, maka ada beberapa ungkapan yang sering kita dengar dari orang-orang sekitar yang mengatakan “Sabar, anak kalian akan menjadi tabungan buat kalian berdua di akherat”, “Tabah, anak kalian akan menolong dan memberi syafaat di akherat untuk kalian berdua”, “Anak kalian akan menunggu di akherat kelak” … dan sebagainya yang sejenis.
Ungkapan para kerabat tersebut itu tak salah. Ada hadist-hadist yang menyiratkan hal itu. Di antaranya yang “muttafaq ‘alaih” (riwayat Bukhari-Muslim) berikut ini. Diceritakan, ada seorang perempuan mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah memperoleh hadist-hadist Tuan (dengan arti nasehat atau petuah Tuan -red), maka berilah kami (kaum perempuan -red) hari di mana Tuan memberikan pengajaran kepada kami tentang apa yang telah Allah ajarkan kepada Tuan.”
Rasulullah menjawab, “Berkumpullah pada hari ini dan ini”. Maka kaum perempuan itu berkumpul dan Rasulullah hadir memberikan pengajaran apa yang diajarkan Allah kepadanya. Kata Rasul: “Tiada di antara kalian perempuan yang ditinggal mati tiga anak-anaknya kecuali ketiga anak tersebut menjadi penghalang (hijab) bagi perempuan itu dari api neraka. Seorang perempuan bertanya, “Dan dua orang anak?” Jawab Rasul, “(Ya) dan dua orang anak.”
Hadis di atas hanya menyebutkan sampai dua orang anak saja. Bagaimana kalau satu anak saja yang meninggal? Kami kira, seandainya waktu itu ada perempuan lagi yang menanyakan “Bagaimana jika yang meninggal satu anak saja?”, kemungkinan besar Rasul juga akan mengiyakan. Artinya bilangan 2 itu tidak menjadi batas.
Dalam kontek yang sama, dalam hadist lain yang diriwayatkan al-Nasa’iy, Rasulullan berkata (jika diterjemahkan secara bebas demikian) “Tidakkah menggembirakanmu, bahwa kamu kelak akan melihat anakmu membukakan pintu sorga dan berjalan menjemputmu?”.
Dalam hadist lain lagi (riwayat Muslim), diceritakan ada seorang -Abu Hissan namanya- yang dua anak laki-lakinya meninggal. Abu Hissan ini dekat dengan Abu Hurairah, hingga ia (Abu Hissan) menganggap Abu Hurairah itu sebagai juru bicaranya Rasul yang senantiasa membawa kabar dari tentang Rasul. Setelah musibah meninggalnya dua anaknya itu, Abu Hissan meminta Abu Harairah agar memberinya hadist-hadist Rasulullah yang menghibur orang-orang yang lagi berduka cita karena keluarganya meninggal. Lantas Abu Hurairah berkata (dengan terjemah bebas begini), “(Oh) iya, anak-anak kecil mereka adalah anak-anak kecilnya sorga.”
Maksudnya, anak-anak yang meninggal masih kecil akan menjadi penghuni sorga tak akan meninggalkannya. “Salah satu mereka (anak-anak kecil penghuni sorga itu) akan menemui orang tuanya. (Setelah ketemu) dia memegangi kuat-kuat baju orang tuanya, tak akan melepaskannya sampai Allah memasukkannya bersama kedua orang tuanya ke dalam sorga.” Masih ada beberapa hadist lainnya yang isinya tak jauh beda. Singkatnya, tepat seperti anggapan banyak orang, anak kecil yang meninggal itu ibaratnya celengan bagi kedua orang tuanya. Di sini perlu ada yang ditegaskan: namanya celengan, tentu ia bukanlah segala-galanya. Apa untungnya kita punya celengan, jika ternyata kita mempunyai hutang yang lebih besar dari celengan tersebut? Jelasnya, amal perbuatan orang tua -setelah anaknya meninggal- tetap akan ditimbang dan dihisab kelak. Jika kejelekannya lebih berat, walau sudah ditutupi dengan adanya celengan tsb, maka tetap akan masuk neraka lebih dulu. Jika sebaliknya, kebaikannya -dengan dukungan celengan yang telah dimilikinya- akan semakin cepat proses masuk sorga.
Ketabahan dan kesabaran itu sudah seharusnya sikap yang diambil seseorang yang terkena musibah. Termasuk musibah spt ini. Maka, tentunya hadis ini tak berlaku bagi orang tua yang sengaja menghabisi anak bayinya, karena hal itu bukan musibah. Dengan tabah dan sabar, kita akan menjaga stabilitas mental-spiritual hingga mampu kembali aktif dengan segala kegiatan seperti biasanya.

Jumat, 19 Oktober 2012

Sakinah Mawaddah Warrahmah (Sakinah Tenang, mawaddah adalah cinta dari seorang suami, sedangkan rahmah adalah cinta dari seorang istri)

Dulu, ketika mendengar ceramah atau doa dari ustadz-ustadz(ah) agar keluarga kita menjadi menjadi keluara yang sakinah, mawaddah wa rahmah saya tidak terlalu paham, apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Saya hanya tahu sakinah artinya tenang, tentram.

Pelan-pelan saya faham, sakinah artinya tenang/tentram, mawaddah artinya bahagia, wa = dan, sedangkan rahmah artinya mendapat rahmah/cinta. Hanya itu.

Sampai beberapa hari yang lalu ketika kami membahas cerita di sebuah buku tentang seorang pemuda yang tidak ingin menikah karena belum menemukan wanita yang sesuai dengan kriterianya ditambah begitu banyaknya persyaratan dari orang tuanya tentang sang calon menantu.

Menurut pandangan pemuda di cerita tersebut, gadis-gadis jaman sekarang banyak yang tidak lagi menjalankan hidup sesuai dengan islam, dari pakaiannya yang tidak menutup aurat, penampilan dan cara bergaulnya yang ‘kebarat-baratan’, bahkan sampai cara berjalannya yang tidak islami. Kebetulan ia dibesarkan dilingkungan teman-teman yang islami yang telah menikah dengan wanita-wanita islami, namun ia sendiri bukan berasal dari keluarga yang harmonis. Orangtuanya selalu ribut, bersikeras dengan pendapat masing-masing dan memiliki sifat yang tidak sabar.

Akhirnya pemuda yang kebetulan seorang dokter terkenal tersebut tenggelam dengan kesibukannya sebagai dokter dan mempelajari Al- quran dan sunnah Rasul saw dari buku-buku dan ceramah-ceramah.
Suatu hari, pemuda tadi mendengarkan radio yang membahas tentang tujuan terbentuknya sebuah keluarga, yakni untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Selama ini, pemuda atau dokter muda yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis tersebut tidak terlalu memperhatikan apa tujuan berkeluarga. Sang penyiar lalu melantunkan sebuah ayat Al-quran.Iapun sering mendengar ayat dari surat Ruum (30:21) tersebut : “Dan dari tanda-tandanya telah Kuciptakan untukmu pasangan-pasanganmu agar kamu hidup tenang bersamanya dengan bahagia dan cinta (mawaddah wa rahmah). Dan itu adalah tanda-tanda bagi orang yang berakal”. Namun baru kali ini ia memperhatikan, merasakan dan menghayati ayat tersebut. Membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Sejak itu opininya tentang hidup berkeluargapun berubah. Ia lalu mulai memperhatikan dan mencari calon istri. Singkat cerita, akhirnya ia menikahi muridnya yang berpenampilan lain dari murid- murid wanita lainnya, memakai gamis, berjilbab dan menjaga pergaulannya. Kesibukannya mempelajari islam selama ini telah membukakan hatinya dan memperoleh petunjuk dari Allah swt. Di akhir pelajaran ustad kami menanyakan apa perbedaan antara mawaddah dan rahmah. Jawaban kamipun bermacam-macam. Lalu ustadpun menjelaskan, mawaddah adalah cinta dari seorang suami, sedangkan rahmah adalah cinta dari seorang istri.
Sekarang jelas sudah, apa arti keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Bukan hanya berarti keluarga yang tenang dan bahagia saja, tapi ada sesuatu dibalik itu, perlunya cinta yang diberikan oleh suami kepada istri dan keluarga, dan cinta yang diberikan oleh istri kepada suami dan anak-anak.

Ustad lalu menambahkan,tujuan berkeluarga yang lain adalah mengurangi kesalahan bahkan kemaksiatan. Contohnya, jika sebelum berkeluarga pemuda atau pemudi lajang dapat berpergian dengan bebas, maka setelah berkeluarga kegiatan mereka menjadi terbatas. Ada prioritas lain yang harus mereka perhatikan, yakni keluarga. Jadi, bila setiap anggota keluarga sibuk dengan kegiatan diluar rumah tanpa memperhatikan keluarganya, lalu apa bedanya menikah dengan tidak menikah? Mungkinkah tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah apabila setiap orang jarang bertemu dan berkomunikasi? Karena tujuan berkeluarga sebagian orang telah berbeda dengan yang Allah swt ajarkan kepada kita dalam surat Ar Ruum, yakni menciptakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Walau selama ini kita telah sering membaca ayat tersebut dalam undangan-undangan pernikahan. Wallahu ‘alam.

Kamis, 18 Oktober 2012

10 Tips Menguatkan Ikatan Pernikahan

Kunci menjaga kebahagiaan pernikahan bukanlah asmara, tapi hal sederhana yang selalu Anda lakukan — atau jatuh cinta lagi dengan pasangan Anda. (Oleh Holly Corbett, REDBOOK)

1. Jangan pernah mengubah pasangan
Mungkin Anda berharap dia melipat kaus kakinya, atau ngobrol dengan teman Anda tanpa diminta. Namun, ketidakmampuannya merapikan rambut saat di toilet mungkin adalah kepribadian yang membuat Anda tertarik kepadanya untuk pertama kali.

”Salah satu hal menyenangkan yang bisa kita lihat dari pasangan bahagia adalah mereka saling mengerti perbedaan masing-masing, dan tidak mencoba mengubah kepribadian masing-masing,”  kata Darren Wilk, seorang Gottman Couples Therapist bersertifikat yang membuka praktik pribadi di Vancouver, Kanada.

“Daripada berusaha mengubah kepribadian pasangan, lebih baik fokus pada kelebihan masing-masing.”

Untuk lebih memahami kelebihan masing-masing, mungkin Anda dapat mengikuti kuis cepat tentang kepribadian pasangan Anda.

2. Ungkapkan sesuatu dengan baik

Apakah Anda ingin dia lebih sering mencuci pakaian atau lebih memperhatikan anak-anak? Pasangan Anda akan mengubah sikap mereka jika dia merasa nyaman. “Lakukan itu seperti Anda sedang memberi bantuan. Lakukan seperti ‘ini caranya yang bisa membuat aku bahagia,’ karena semua orang ingin membuat pasangan mereka bahagia,” kata Wilk.

“Ketika Anda mengungkapkan kebutuhan Anda, ungkapkan seperti Anda memang benar-benar menginginkan dan bukan sebaliknya.” Jangan mengatakan, “Saya benci ketika kamu harus melakukan semua hal dengan terjadwal,” cobalah mengatakan, “Aku akan senang jika menjalani hari secara spontan.”

3. Berikan apresiasi

Memberikan apresiasi kepada pasangan Anda itu penting, namun terkadang sejumlah pasangan sering lupa melakukannya. “Penelitian yang dilakukan pakar hubungan Gottman menunjukkan, dalam kehidupan sehari-hari, pasangan yang bahagia memiliki 20 momen positif, seperti saling memandang, memuji, atau memberikan sentuhan sayang,” kata Wilk.

Katakan hal positif kepadanya tiga kali sehari, dan spesifik. Jangan mengatakan, "Kau adalah ayah yang baik.” Berikan pula alasannya. "Kamu baik karena kamu membantu anak kita dengan menyelesaikan teka-teki itu, sedangkan aku tidak pernah sabar untuk melakukannya.”

4. Fokus pada hal-hal positif
"Pasangan yang tidak bahagia terjebak dalam pemikiran negatif," kata Wilk. "Anda akan selalu menemukan apa yang Anda cari. Jika Anda mencari hal-hal yang mengganggu Anda dan kesalahan yang dilakukan pasangan, Anda akan menemukannya setiap hari. Jika Anda melihat hal benar yang dilakukan pasangan, Anda akan menemukannya setiap hari." Ini adalah pilihan untuk pola pikir, jadi ketika Anda marah, bayangkanlah sesuatu tentang pasangan yang membuat Anda terkesan untuk menghilangkan pikiran negatif Anda.

5. Ingatlah kenangan manis

"Pasangan bahagia cenderung menulis ulang sejarah dengan  membicarakannya secara terus-menerus dan berfokus pada saat-saat bahagia," kata Wilk. Dengan menghidupkan kembali kenangan dengan pasangan Anda, itu benar-benar mengubah pola pikir Anda, dan bagaimana cara Anda melihat dia dan berpikir tentang hubungan Anda.

Cobalah lakukan  ini setiap kali Anda merasa hubungan Anda membutuhkan dorongan: Ingatlah ketika Anda pertama kali berkencan, atau saat-saat terbaik dari hubungan Anda (seperti saat Anda melakukan piknik dadakan di taman ketika waktu makan siang, atau saat ulang tahun dia mengajak Anda untuk menggali kenangan masa lalu.

6. Jangan pernah menjadi musuh

"Kadang-kadang bukti suatu hubungan ada pada saat pasangan Anda membutuhkan, dan memberi dukungan tanpa perlu menyampaikan solusi," kata Wilk. "Kita ingin seseorang mendengarkan keluhan kita." Kuncinya adalah terus memberi dukungan, dan tidak pernah mengabaikannya, bahkan jika Anda mengetahui kenapa dia mengeluh.

Misalnya, jika dia marah karena bosnya menarik proyek dan memberikannya kepada orang lain di kantor, sekarang bukan saatnya untuk mengatakan, "Yah, mungkin kamu tidak berusaha dengan baik." Saat seperti itu dia membutuhkan dukungan, dan ia ingin mendengar Anda berkata, "Itu pasti sangat sulit."

Pasangan yang bahagia mengetahui kapan harus berhenti berbicara.

7. Terus jaga hubungan
Kepercayaan, keamanan, dan komitmen merupakan elemen kunci dalam setiap hubungan, namun memiliki pasangan tidak berarti Anda dapat memperlakukan hubungan Anda seperti batu, dan berhenti berusaha. "Hubungan adalah ekosistem yang rapuh, dan itulah mengapa tingkat perceraian bisa mencapai 50 persen," kata Wilk. "Pasangan yang bahagia terus berpacaran, saling bercerita tentang kelebihan masing-masing, dan melakukan banyak hal bersama-sama."

8. Lakukan bersama-sama
"Ini bukan hanya tentang kencan, namun pasangan yang bahagia tampaknya melakukan banyak hal duniawi bersama-sama," kata Wilk. "Mereka memiliki kebiasaan kecil yang mereka putuskan untuk melakukannya bersama-sama, baik membayar tagihan bulanan atau melipat pakaian."


9. Sadari saat pasangan Anda sedang butuh perhatian
Pasangan yang berbahagia menyadari tindakan kecil pasangannya yang sedang membutuhkan perhatian. Ketika tim Gottman mempelajari 120 pasangan yang baru menikah, mereka menemukan bahwa pasangan yang masih bertahan selama enam tahun berikutnya memperhatikan perubahan tersebut sebanyak 86 persen dari keseluruhan waktu mereka. Ini berbeda dengan 33 persen pasangan yang menyisihkan waktunya, mereka pada akhirnya bercerai.

Jadi cermatilah berbagai hal kecil dan berikan tanggapan terhadap keinginan pasangan Anda dalam berhubungan. Seperti jika Anda sedang berbelanja kebutuhan dapur dan dia dengan santai mengatakan bahwa dia tidak pernah makan Fruit Loops (makan sereal) sejak kecil, maka belilah makanan itu dan tunjukkan padanya bahwa Anda peduli.

10. Lakukan hal-hal kecil bersama

“Untuk membuat hubungan menjadi menyenangkan, Anda tidak dapat hanya melakukan berbagai hal besar seperti, ‘Saya tidak minum minuman keras, saya membayar tagihan, saya tidak memukulmu, kita pergi ke Hawaii tahun lalu’,” kata Wilk. “Hal semacam itu tidak akan membuat hubungan pasangan menjadi bahagia dalam keseharian mereka.”

Yang terpenting adalah hal kecil yang ditambahkan, seperti selalu bersama ketika salah satu di antaranya ingin mengungkapkan sesuatu atau mengetahui bahwa dia memebutuhkan pelukan, atau membuatkan makanan favoritnya karena Anda peduli. “Ini juga mendukung gagasan bahwa Anda harus merasa jatuh cinta sepanjang waktu. Pernikahan adalah mengenai kepercayaan dan komitmen serta saling memahami satu sama lain,” kata Wilk. “Itulah cinta yang sebenarnya.”

Rabu, 17 Oktober 2012

Wanita Penghuni Neraka

Saudariku Muslimah … .
Suatu hal yang pasti bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan. Surga diciptakan-Nya sebagai tempat tinggal yang abadi bagi kaum Mukminin dan neraka sebagai tempat tinggal bagi kaum musyrikin dan pelaku dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang darinya. Setiap Muslimin yang mengerti keadaan Surga dan neraka tentunya sangat berharap untuk dapat menjadi penghuni Surga dan terhindar jauh dari neraka, inilah fitrah.
Pada Kajian kali ini, kami akan membahas tentang neraka dan penduduknya, yang mana mayoritas penduduknya adalah wanita dikarenakan sebab-sebab yang akan dibahas nanti. Sebelum kita mengenal wanita-wanita penghuni neraka alangkah baiknya jika kita menoleh kepada peringatan-peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an tentang neraka dan adzab yang tersedia di dalamnya dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim : 6)
Imam Ath Thabari rahimahullah menyatakan di dalam tafsirnya : “Ajarkanlah kepada keluargamu amalan ketaatan yang dapat menjaga diri mereka dari neraka.”
Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu juga mengomentari ayat ini : “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, takutlah kalian untuk bermaksiat kepada-Nya dan perintahkan keluarga kalian untuk berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kalian dari neraka.”
Dan masih banyak tafsir para shahabat dan ulama lainnya yang menganjurkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka dengan mengerjakan amalan shalih dan menjauhi maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di dalam surat lainnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :”Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah : 24)
Begitu pula dengan ayat-ayat lainnya yang juga menjelaskan keadaan neraka dan perintah untuk menjaga diri daripadanya. Kedahsyatan dan kengerian neraka juga dinyatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya beliau bersabda : “Api kalian yang dinyalakan oleh anak cucu Adam ini hanyalah satu bagian dari 70 bagian neraka Jahanam.” (Shahihul Jami’ 6618)
Jikalau api dunia saja dapat menghanguskan tubuh kita, bagaimana dengan api neraka yang panasnya 69 kali lipat dibanding panas api dunia? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.
Wanita Penghuni Neraka
Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :”Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)
Hadits ini menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.
Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang , beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka. Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radliyallahu ‘anhum : ” … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita.
Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam?”
Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda :” … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)
Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas dengan pernyataannya : “Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal. Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)
Saudariku Muslimah … .
Jika kita melihat keterangan dan hadits di atas dengan seksama, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari penghuni Surga.
Saudariku Muslimah … .
Hindarilah sebab-sebab ini semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.
1. Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan hal ini pada sabda beliau di atas tadi. Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari. Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 76)
Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk dibesar-besarkan.
Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya. Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya.
2. Durhaka Terhadap Suami
Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin. Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1. Durhaka dengan ucapan.
2. Durhaka dengan perbuatan.
3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.
Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa tidak senang atau lambat mendatangi suaminya.
Kedurhakaan seperti ini sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini. Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai) tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya atau yang semisal dengan itu.
Permintaan cerai biasanya diawali dengan pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya.
Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :”Wanita mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi serta selain keduanya. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 85)
Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika suami hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu. Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar (melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram, bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu.
Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu, melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan. Maka setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan)
Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu. Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya.
Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya. Tetapi ingat dan sadarlah bahwa neraka menanti orang-orang yang menjalani jalan ini dan tidak mau berpaling darinya semasa ia hidup di dunia. Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.
3. Tabarruj
Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab Al Mar’atil Muslimah halaman 120)
Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan kain yang dipakainya. Yang demikian ini sesuai dengan komentar Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah ketika menjelaskan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tersebut. Ibnul ‘Abdil Barr menyatakan : “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di dalam Tanwirul Hawalik 3/103 )
Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan perhiasan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hal ini dalam firman-Nya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka.” (An Nur : 31)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”
Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah fitnahnya wanita. Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita. Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga. Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri.
Wahai saudariku Muslimah … .
Hindarilah tabarruj dan berhiaslah dengan pakaian yang Islamy yang menyelamatkan kalian dari dosa di dunia ini dan adzab di akhirat kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :”Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama dahulu.” (Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam kehidupan masyarakat negeri kita ini.
Saudariku Muslimah … .
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)
Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya.

Minggu, 07 Oktober 2012

Nasehat Sang Ibunda


Jam menunjukkan pukul 23.00. Tapi mata belum juga bisa terpejamkan. Setelah menyaksikan adegan istimewa yang disuguhkan Allah Swt di dinding kamar saya, bagaimana upaya seekor cicak menyambut rizkinya. Tiba-tiba tanpa sengaja pikiran saya melayang jauh ke masa lampau. Waktu itu bertepatan dengan hari ke sebelas bulan ramadhan.
Sosok ibu kami, pada masanya, beliau tidak pernah merasakan bagaimana menjadi seorang murid. Beliau tidak pernah sekolah. Walaupun hanya setingkat sekolah dasar. Tetapi cara-cara beliau mendidik dan memberi pelajaran kepada kami, sungguh sangat mengesankan dan membuat kami selalu kagum pada beliau. Diantara sekian banyak pelajaran kehidupan yang kami terima, ada satu hal yang terus saya ingat, apabila pikiran terbayang pada beliau.
Pada sore hari yang cerah, saya mau mengambil buah jambu yang ada di halaman rumah kami. Buah jambu itu tampak sudah matang dan begitu menggairahkan. Perlu diketahui bahwa pohon jambu yang kami tanam di depan rumah kami adalah buah ‘jambu jepang’, istilah orang kampung. Pohon itu sangat langka pada saat itu.
Di kampung tempat kami tinggal hanya ada satu pohon itu saja. Sehingga semua orang yang melihatnya kepingin sekali merasakan bagaimana rasa buah `jambu jepang’ tersebut. Pohon itu kalau berbuah juga tidak terlalu banyak. Kadang-kadang satu pohon hanya ada satu atau dua buah saja yang masak. Perlu diketahui pula bahwa buahnya sangat kecil hanya sebesar buah kelengkeng saja. Tetapi baunya harum dan rasanya manis.
Pada hari itu, buah jambu yang masak ada dua buah. Ketika sore itu saya mau mengambil buah yang sudah ranum, ibu melarangnya. Sehingga saya agak kecewa karenanya.
Kata saya : ‘..Mengapa bu, saya tidak boleh mengambil buah tersebut? Kan itu milik kita. Kalau tidak cepat diambil nanti kan membusuk?”
Jawab ibu : “Nak, kita kan sudah pernah makan buah tersebut. Walaupun dengan menunggu dalam waktu yang cukup lama. Dan memang kadang-kadang kita hanya bisa makan satu atau dua buah saja yang sedang masak. Tetapi tetangga depan rumah kita itu, belum pernah mencicipinya. Kemarin ibu lihat anaknya pingin sekali mengambil jambu itu. Karena itu janganlah diambil. Berikan buah jambu itu kepada mereka. Agar hatinya senang…
Kembali mata saya berkaca-kaca, mengingat peristiwa sederhana itu. Sebuah peristiwa yang mungkin setiap orang akan pernah menjumpainya dalam keluarganya masing-masing. Atau dalam lingkungan lainnya, dengan model yang berbeda.
“Dahulukanlah orang lain… ! Begitulah kira-kira inti pelajaran istimewa yang saya terima dari beliau Mengenang peristiwa itu, saya jadi teringat sebuah riwayat yang menceritakan tentang seorang sahabat yang oleh rasulullah disuruh menjamu tamunya. Ceritanya, di rumah sahabat tersebut tidak terdapat sesuatu makanan, kecuali makanan milik anaknya. Karena sang pemilik rumah ingin lebih mengutamakan tamunya dari pada keluarganya, ia memberikan makanan milik anaknya tersebut kepada tamunya dengan cara yang sangat luar biasa.
Yaitu ketika waktu makan bersama tamunya, sang pemilik rumah pura-pura makan juga, padahal piringnya kosong. Mengapa pura-pura? Supaya sang tamu tidak mengetahui kalau pemilik rumah sebenarnya tidak ikut makan. Untuk maksud itu, maka lampu di dalam rumahnya dipadamkan. Pura-pura kehabisan minyak. Setelah suasana menjadi gelap, maka mereka ‘makan’ bersama-sama. Sang tamu makan sungguhan, sang pemilik rumah makan pura-pura, padahal perutnya sangatlah laparnya.
Peristiwa itu begitu luar biasanya, sehingga turunlah ayat Al-Qur’an surat Al-Hasyr (59) : 9, sebagai penghargaan terhadap peristiwa tersebut.
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Kalaulah sampai Allah Swt, menurunkan sebuah ayat lantaran peristiwa tersebut, sungguh betapa hebatnya kejadian itu sehingga perlu diabadikan dalam kitab suci akhir zaman ini. Agar bisa dicontoh dan diteladani oleh umat manusia.
Demikian pula banyak pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah saw, agar kita selalu berbuat baik kepada orang lain, serta memiliki sifat murah hati terhadap orang lain.
Anas bin Malik ra, berkata, bahwa rasulullah saw itu, tidak pernah diminta kecuali selalu memberi. Pernah datang seorang lelaki kepada Rasulullah untuk meminta, maka beliau memberikan kambing-kambing yang banyak yang berada diantara dua gunung, kambing sadaqah. Maka lelaki itu pulang dan ia berkata kepada kaumnya…
Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian semua! Sesungguhnya Muhammad itu amat pemurah. Ia memberi dengan pemberian yang sangat banyak, tidak pernah takut melarat