Apabila sebuah keluarga telah kehilangan atas meninggal anaknya, maka
ada beberapa ungkapan yang sering kita dengar dari orang-orang sekitar
yang mengatakan “Sabar, anak kalian akan menjadi tabungan buat kalian
berdua di akherat”, “Tabah, anak kalian akan menolong dan memberi
syafaat di akherat untuk kalian berdua”, “Anak kalian akan menunggu di
akherat kelak” … dan sebagainya yang sejenis.
Ungkapan para kerabat tersebut itu tak salah. Ada hadist-hadist yang
menyiratkan hal itu. Di antaranya yang “muttafaq ‘alaih” (riwayat
Bukhari-Muslim) berikut ini. Diceritakan, ada seorang perempuan
mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah, kaum
laki-laki telah memperoleh hadist-hadist Tuan (dengan arti nasehat atau
petuah Tuan -red), maka berilah kami (kaum perempuan -red) hari di mana
Tuan memberikan pengajaran kepada kami tentang apa yang telah Allah
ajarkan kepada Tuan.”
Rasulullah menjawab, “Berkumpullah pada hari ini dan ini”. Maka kaum
perempuan itu berkumpul dan Rasulullah hadir memberikan pengajaran apa
yang diajarkan Allah kepadanya. Kata Rasul: “Tiada di antara kalian
perempuan yang ditinggal mati tiga anak-anaknya kecuali ketiga anak
tersebut menjadi penghalang (hijab) bagi perempuan itu dari api neraka.
Seorang perempuan bertanya, “Dan dua orang anak?” Jawab Rasul, “(Ya) dan
dua orang anak.”
Hadis di atas hanya menyebutkan sampai dua orang anak saja. Bagaimana
kalau satu anak saja yang meninggal? Kami kira, seandainya waktu itu
ada perempuan lagi yang menanyakan “Bagaimana jika yang meninggal satu
anak saja?”, kemungkinan besar Rasul juga akan mengiyakan. Artinya
bilangan 2 itu tidak menjadi batas.
Dalam kontek yang sama, dalam hadist lain yang diriwayatkan
al-Nasa’iy, Rasulullan berkata (jika diterjemahkan secara bebas
demikian) “Tidakkah menggembirakanmu, bahwa kamu kelak akan melihat
anakmu membukakan pintu sorga dan berjalan menjemputmu?”.
Dalam hadist lain lagi (riwayat Muslim), diceritakan ada seorang -Abu
Hissan namanya- yang dua anak laki-lakinya meninggal. Abu Hissan ini
dekat dengan Abu Hurairah, hingga ia (Abu Hissan) menganggap Abu
Hurairah itu sebagai juru bicaranya Rasul yang senantiasa membawa kabar
dari tentang Rasul. Setelah musibah meninggalnya dua anaknya itu, Abu
Hissan meminta Abu Harairah agar memberinya hadist-hadist Rasulullah
yang menghibur orang-orang yang lagi berduka cita karena keluarganya
meninggal. Lantas Abu Hurairah berkata (dengan terjemah bebas begini),
“(Oh) iya, anak-anak kecil mereka adalah anak-anak kecilnya sorga.”
Maksudnya, anak-anak yang meninggal masih kecil akan menjadi penghuni
sorga tak akan meninggalkannya. “Salah satu mereka (anak-anak kecil
penghuni sorga itu) akan menemui orang tuanya. (Setelah ketemu) dia
memegangi kuat-kuat baju orang tuanya, tak akan melepaskannya sampai
Allah memasukkannya bersama kedua orang tuanya ke dalam sorga.” Masih
ada beberapa hadist lainnya yang isinya tak jauh beda. Singkatnya, tepat
seperti anggapan banyak orang, anak kecil yang meninggal itu ibaratnya
celengan bagi kedua orang tuanya. Di sini perlu ada yang ditegaskan:
namanya celengan, tentu ia bukanlah segala-galanya. Apa untungnya kita
punya celengan, jika ternyata kita mempunyai hutang yang lebih besar
dari celengan tersebut? Jelasnya, amal perbuatan orang tua -setelah
anaknya meninggal- tetap akan ditimbang dan dihisab kelak. Jika
kejelekannya lebih berat, walau sudah ditutupi dengan adanya celengan
tsb, maka tetap akan masuk neraka lebih dulu. Jika sebaliknya,
kebaikannya -dengan dukungan celengan yang telah dimilikinya- akan
semakin cepat proses masuk sorga.
Ketabahan dan kesabaran itu sudah seharusnya sikap yang diambil
seseorang yang terkena musibah. Termasuk musibah spt ini. Maka, tentunya
hadis ini tak berlaku bagi orang tua yang sengaja menghabisi anak
bayinya, karena hal itu bukan musibah. Dengan tabah dan sabar, kita akan
menjaga stabilitas mental-spiritual hingga mampu kembali aktif dengan
segala kegiatan seperti biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar